Jumat, 13 November 2009

ISU-ISU MENGENAI PERILAKU KONSUMEN PELAYANAN KESEHATAN


Pelayanan kesehatan mempunyai ciri khas yang berbeda dengan pelayanan jasa / produk lainnya, yaitu consumer ignorance / ketidaktahuan konsumen, supply induced demand / pengaruh penyedia jasa kesehatan terhadap konsumen (konsumen tidak memiliki daya tawar dan daya pilih), produk pelayanan kesehatan bukan konsep homogen, pembatasan terhadap kompetisi, ketidakpastian tentang sakit, serta sehat sebagai hak asasi.
Pasien harus dipandang sebagai subyek yang memiliki pengaruh besar atas hasil akhir layanan bukan sekedar obyek. Hak-hak pasien harus dipenuhi mengingat kepuasan pasien menjadi salah satu barometer mutu layanan sedangkan ketidakpuasan pasien dapat menjadi pangkal tuntutan hukum. Beberapa isu - isu terkini mengenai perilaku konsumen pelayanan kesehatan, antara lain;
  1. Masyarakat semakin menyadari hak-haknya sebagai konsumen kesehatan. Sehingga seringkali mereka secara kritis mempertanyakan tentang penyakit, pemeriksaan, pengobatan, serta tindakan yang akan diambil berkenaan dengan penyakitnya., bahkan tidak jarang mereka mencari pendapat kedua (second opinion), Hal tersebut merupakan hak konsumen kesehatan/ pasien berdasarkan Undang-undang no.23/1992 tentang kesehatan yang selayaknya dihormati oleh pemberi pelayanan kesehatan. Memang harus diakui bahwa hak-hak konsumen kesehatan masih cenderung sering dikalahkan oleh kekuasaan pemberi pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, yang memprihatinkan, kekalahan tersebut bisa berupa kerugian moral dan material yang cukup besar.
  2. Banyak pasien yang merasa telah terjadi malpraktik yang dilakukan oleh dokter, Dokter yang tidak memenuhi unsur standar profesi kedokteran. Oleh karena itu perlu informasi yang benar, jelas, dan jujur agar tidak terjadi mis interpretasi antara tenaga kesehatan dengan pasien / keluarganya yang dapat menimbulkan persepsi yang mempengaruhi pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan harus menghormati setiap keputusan pasien dan bila mungkin memberikan alternatif lain serta pertimbangan resiko jika alternatif tersebut dilaksanakan.
  3. Tingkat pelayanan puskesmas kepada masyarakat masih rendah, sehingga banyak pasien ke klinik pengobatan swasta dan pengobatan alternatif karena lebih baiknya pelayanan yang diberikan di kota-kota besar seperti Bandung, Semarang, Surabaya dan ibukota Propinsi lainnya.
  4. Perilaku konsumen puskesmas juga dipengaruhi oleh citra (image) Puskesmas masih kurang baik dalam mutu pelayanan maupun dari performance fisik bangunan. Dinilai belum seluruhnya puskesmas mengoptimalkan fungsi tenaga medis, para medis yang memiliki daya saing dan professional di bidangnya, sosialisasi kurang menyeluruh dan program layanan yang dikembangkan hanya bersifat seadanya dan kurang bermasyarakatsehingga Image yang dibentuk bahwa puskesmas hanya diperuntukan bagi kaum ekonomi lemah.
  5. Pelanggan / konsumen kesehatan lebih suka menyampaikan keluhan mereka kepada media massa karena keluhannya akan cepat mendapat feedback. terutama keluhan yang berdampak pada tuntutan hukum atau adanya komentar pihak ketiga terhadap keluhan tersebut. Keluhan pelanggan yang disampaikan kepada media massa, disamping menyebarkan berita buruk, ada juga yang sifatnya minta kompensasi atau keadilan dari pihak rumahsakit. Diharapkan dengan pemberitaan ini ada pihak-pihak yang peduli terhadap keluhan yang disampaikan pelanggan dan bersedia memberikan bantuan. Pihak-pihak yang peduli terhadap keluhan ini diantaranya ialah lembaga swadaya masyarakat.
  6. Mayoritas pasien merasa tidak puas terhadap pelayanan rawat inap yang diberikan Rumah Sakit Umum pada dimensi keandalan, meliputi cara prosedur penerimaan dan pelayanan pasien yang sederhana (tidak berbelit-belit) dan lebih tepat dalam menjalankan jadwal pelayanan (tidak terlambat/ molor). Selain itu mutu dan ketrampilan para dokter dan perawat perlu ditingkatkan lagi. Hal ini mengakibatkan banyak konsumen pindah atau tidak menggunakan ulang jasa pelayanan rawat inap di rumah sakit yang sama.
  7. Masih adanya diskriminasi terhadap pasien askes dan askeskin. Pelayanan yang diskriminatif terhadap pemegang askes sebenarnya tidak beralasan dan tidak perlu terjadi, karena selama ini mereka membayar kewajibannya dengan baik, hanya saja tidak melalui kasir di rumah sakit, tetapi melalui penarikan iuran askes setiap bulan. Begitu pula untuk pemegang Askeskin padahal mereka sudah dijamin oleh pemerintah, di antaranya dalam hal penghitungan biaya perawatan di rumah sakit, dan ketidakterbukaan pihak rumah sakit dalam melayani hak pasien.
  8. Kekecewaan terhadap dokter dan tenaga paramedis membuat pasien yang mampu berobat ke luar negeri. Kepercayaan yang ditanamkan pasien terhadap dokter secara perlahan memulai terkikis. Padahal kepercayaan merupakan unsur utama dalam hubungan dokter dengan pasien. Bila pasien sudah tidak percaya, maka pasien akan mencari dokter lain dan bagi yang mampu memilih berobat ke luar negeri. Selain biaya yang lebih murah, mereka pun lebih percaya pada dokter asing. Sungguh merupakan pukulan telak bagi dunia kedokteran dan perumahsakitan di tanah air. Masyarakat / pasien semakin kritis dan berani menyuarakan pendapatnya. Terbukti saat ini semakin banyak tuntutan kepada dokter dan pihak rumah sakit atas dugaan malapraktik. Berbagai isu tentang malapraktik muncul di media massa.
Untuk keberlanjutan dan kesinambungan program pelayanan kesehatan masyarakat, perlu dirumuskan dalam suatu strategi atau kebijakan yang memperhatikan peluang dan ancaman yang dihadapi serta kekuatan dan kelemahan organisasi yang dimiliki, diperlukan sistem manajemen mutu yang komprehensif dan manajemen keluhan yang efektif. Manajemen keluhan pelanggan komprehensif adalah cara yang efektif untuk mengatasi keluhan pelanggan sebagai alat dan konsep dari total quality management.
Manajemen keluhan adalah program pelayanan konsumen. Peran dari program pelayanan pelanggan adalah menangani keluhan perorangan dan menganalisis kumpulan keluhan. Fungsi penanganan keluhan didesain untuk mencoba memperbaiki dengan segera ketidakpuasan pelanggan. Tujuh langkah manajemen keluhan yang didasarkan oleh Deming Cycle adalah (1) dokumentasikan keluhan pelanggan, (2) terjemahkan dalam masalah dan kebutuhan pelanggan, (3) analisis dan pecahkan masalah, (4) manfaatkan kebutuhan konsumen, (5) perbaharui cara menganalisis dampak kegagalan, (6) sampaikan solusi kepada pelanggan, dan (7) perbaharui sistem pengukuran kinerja.
Manajemen mutu sangat dinamis, perlu selalu dikembangkan dan melibatkan seluruh jajaran tanpa kecuali, upaya peningkatan mutu tidak pernah berhenti tetapi selalu berkelanjutan sesuai dengan perkembangan iptek, tatanan nilai dan tuntutan masyarakat serta lingkungannya, maka komitmen, keterlibatan dan dukungan yang konkrit dari seluruh jajaran, terutama unsur pimpinan sangatlah penting. Kriteria mutu pada bidang jasa pelayanan kesehatan, sangat beragam sesuai dengan emosional needs pelanggan dan yang harus menjadi fokus perhatian kita bahwa mutu yang kurang baik pada bidang jasa ini, tidak bisa ditarik atau dibatalkan. Spesifikasi dalam dimensi mutu atau kinerja yang diterapkan dalam proses yang benar dan dikerjakan dengan baik akan dapat memberikan kepuasan pelanggan.
Dengan adanya manajemen keluhan, bila pasien atau konsumen tidak puas atas pelayanan yang diberikan maka kemungkinan terjadi keluhan. Penyampaian keluhan dapat dilakukan secara tertulis atau lisan kepada pihak pemberi pelayanan. Sehingga terjadi umpan balik (feedback) yang akan memberikan informasi kepada organisasi pelayanan kesehatan mengenai kebutuhan konsumen dan persepsi tentang karakteristik pelayanan yang diberikan. Hal ini akan mempunyai implikas terhadap strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen karena konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi dan evaluasi pelayanan (persepsi). Pengalaman konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah konsumen akan menggunakan ulang jasa pelayanan.